Friday 1 April 2011

Resiko Dan Return

I.                   Pendahuluan
Resiko adalah suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeur.[1] Berkaitan dengan resiko, Sri Redjeki Hartono[2] menyatakan bahwa: “Risiko adalah suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian”. Adapun Subekti[3] mengartikan risiko ialah “kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak”.
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen keuangan dalam pengambilan keputusan keuangan, yaitu tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk) keputusan keuangan tersebut. Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan diperoleh di masa mendatang, sedangkan risiko diartikan sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan. Risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rata-rata dari tingkat pengembalian yang diharapkan yang dapat diukur dari standar deviasi dengan menggunakan statistika. Suatu keputusan keuangan yang lebih berisiko tentu diharapkan memberikan imbalan yang lebih besar, yang dalam keuangan dikenal dengan istilah “High Risk High Return”. Untuk mengukur risiko relatif digunakan koefisien variasi, yang menggambarkan risiko per unit imbalan yang diharapkan yang ditunjukkan oleh besarnya standar deviasi dibagi tingkat pengenbalian yang diharapkan. Risiko bisnis berkaitan dengan ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa mendatang, yang mengacu pada variabilitas keuntungan yang diharapkan sebelum bunga dan pajak (EBIT). Risiko bisnis merupakan akibat langsung dari keputusan investasi perusahaan, yang tercermin dalam struktur aktivanya. Yang dimaksud dengan risiko bisnis dalam hal ini adalah tingkat risiko aktiva perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang. Jika manajemen perusahaan dapat memanfaatkan dana yang berasal dari hutang untuk memperoleh laba operasi yang lebih besar dari beban bunga, maka penggunaan hutang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan akan meningkatkan return bagi pemegang saham. Sebaliknya, jika manajemen tidak dapat memanfaatkan dana secara baik, perusahaan mengalami kerugian.

II.                Macam-macam Risiko
1.      Risiko Antarfungsi
Fungsi dalam mananjemen menurut Harimukti Subanar[4] meliputi fungsi pemasaran, keuangan, produksi dan personalia.
a.       Risiko Fungsi Pemasaran
Variable pemasaran yang dapat dimanfaatkan agar mampu dicapai tingkat penjualan yang diinginkan.
b.      Risiko Fungsi Keuangan
Berbagai risiko keuangan yang terjadi meliputi kas dan tingkat bunga.
c.       Risiko Fungsi Produksi
Risiko fungsi produksi meliputi persediaan, mutu, mesin dan karyawan.
2.      Risiko Intern
Yang menjadi masalah besar pada risiko intern ialah menyangkut perilaku dan kebiasaan pengusaha sendiri yang tidak menunjukkan sikap kepemimpinan.
3.      Risiko Ekstern
Dalam risiko ekstern yang perlu untuk dicermati sebagai factor yang tidak terkendalikan dan lebih banyak terkesan variatifnya dibanding saat realisasi dan implementasi dari program maupun rencana perusahaan yang sebenarnya.

4.      Hubungan antara Risiko dan Tingkat Pengembalian
Di dalam pasar uang di mana saham dan obligasi di jual, para pemakai uang, seperti perusahaan yang melakukan investasi harus bersaing satu sama lain dalam mencari modal. Untuk memperoleh pembiayaan atas proyek yang akan bermanfaat bagi pemegang saham perusahaan, perusahaan harus menawarkan kepada investor, tingkat pengembalian yang mampu bersaing dengan alternatif investasi lain yang tersedia bagi investor tersebut. Tingkat pengembalian dari alternatif investasi terbaik berikutnya ini dikenal sebagai biaya kesempatan dana (opportunity cost of fund). Dalam menjalankan sebuah bisnis, perusahaan kecil lebih berisiko dalam tingkat pengembalian dari pada perusahaan besar. dikarenakan pengalaman bisnis perusahaan kecil mengandung risiko operasi yang lebih besar , mereka lebih sensitif terhadap kecenderungan bisnis yang menurun dan beberapa beroperasi dalam pasar yang kecil dengan cepat muncul dan kemudian dengan cepat berlalu. Selain itu perusahaan kecil mengandalkan pembiayaan melalui utang dibandingkan perusahaan yang besar. Perbedaan ini menciptakan variabilitas yang lebih pada jumlah laba dan arus kas, yang diartikan sebagai risiko yang lebih besar. Dengan memikirkan forgoing (kehilangan peluang yang lebih baik), kita harus mengharapkan adanya tingkat pengembalian yang berbeda untuk pemilik dari berbagai surat-surat berharga tersebut. Jika pasar menghargai investor atas risiko yang ditanggungnya, maka tingkat pengembalian harus meningkat mengikuti peningkatan risiko.
5.      Konsep Tingkat Pengembalian yang Diinginkan
Tingkat pengembalian yang diinginkan investor dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang diperlukan untuk menarik investor agar membeli atau memegang surat-surat berharga tertentu. Definisi ini mempertimbangkan biaya kesempatan investor dalam melakukan investasi yang artinya jika suatu investasi dilakukan maka investor harus melepaskan pengembalian yang diperoleh dari investasi alternative terbaik berikutnya. Pengembalian yang dilepas tersebut dinamakan biaya kesempatan dana dan sebagai konsekuensinya merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan investor. Dengan kata lain, kita berinvestasi dengan harapan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Investasi akan dilakukan hanya jika harga pembelian cukup rendah bila dibandingkan dengan arus kas masa depan yang diinginkan sehingga dapat menyediakan tingkat pengembalian yang lebih besar atau sama dengan tingkat pengembalian yang kita inginkan. Untuk membantu memahami sifat alami tingkat pengembalian yang diinginkan investor, kita dapat memisahkan tingkat pengembalian ke dalam komponen dasarnya: tingkat pengembalian bebas risiko ditambah premi risiko yang dinyatakan dalam persamaan:
K = Krf +Krp
Di mana K = tingkat pengembalian yang diinginkan investor
            Krf = tingkat pengembalian bebas risiko
            Krp = premi risiko
            Tingkat pengembalian bebas risiko (Krf ) merupakan imbalan atas keputusan menunda konsumsi dan bukan karena risiko yang kita tanggung artinya pengembalian bebas risiko mencerminkan kenyataan dasar bahwa kita berinvestasi hari ini agar kita dapat mengkonsumsi lebih banyak di kemudian hari. Dengan sendirinya tingkat bebas risiko atau tingkat diskonto harus hanya digunakan sebagai tingkat pengembalian yang diinginkan, untuk investasi yang tidak berisiko. Biasanya, ukuran kita untuk tingkat bebas risiko adalah sebesar tingkat pengembalian atas surat-surat berharga pemerintah AS. Premi risiko (Krp) merupakan tingkat pengembalian yang kita harapkan untuk dapat diterima karena risiko yang ditanggung.[5] Semakin tinggi tingkatan risiko, maka kita akan menuntut tambahan pengembalian yang diinginkan. Walaupun kita akan atau tidak akan bisa menerima pengembalian tambahan ini, kita harus mempunyai alasan untuk mengharapkan penambahan tersebut.
            Contoh:
            Untuk menunjukkan konsep tingkat pengembalian yang diinginkan itu, mari kita mengambil contoh perusahaan Polaroid yang obligasinya jatuh tempo pada tahun 2006. Berdasarkan harga pasar dari obligasi ini pada 19 September 2000 kita dapat menentukan investor itu mengharapkan pengembalian sebesar 11%. Surat utang jangka pendek pemerintah 90 hari saat itu, bernilai 6% yang berarti bahwa pemegang obligasi Polaroid menuntut premi risiko sebesar 5%. Dinyatakan dalam suatu persamaan:
Tingkat pengembalian yang diharapkan (K)
                                                = tingkat bebas risiko (Krf) + premi risiko (Krp)
                                                = 6%                                     + 5%
                                                = 11%



[1] Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, hal.29
[2] Sri Redjeki Hartono, 1995, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, hal.62
[3] Subekti, Op. Cit, hal.59
[4] Harimurti Subanar, 1998, Manajemen Usaha Kecil, BPFE, Yogyakarta, hal.84
[5] premi risiko di sini dapat dianggap sebagai gabungan dari “premi risiko yang gagal” (yang dicerminkan dalam perbedaan tingkat pengembalian obligasi dan pada tingkat jatuh tempo yang sama dari obligasi pemerintah) dan “premi struktur jangka waktu” (yang dicerminkan pada perbedaan antara tingkat obligasi jangka pendek pemerintah dalam 90hari dan obligasi jangka panjang pemerintah).

                                                                                                                                                                

0 comments:

Post a Comment