Showing posts with label Produk Perbankan Syariah. Show all posts
Showing posts with label Produk Perbankan Syariah. Show all posts
Friday 1 April 2011

Pengertian Al-Kafalah (Guaranty)

A.       Pengertian Al-Kafalah

Al-kafalah berasal dari kata كفل ــُـ  (menanggung) merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Pada dasarnya akad kafalah merupakan bentuk pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan.

B.  Landasan Syari'ah
Dasar hukum untuk akad kafalah ini dapat dilihat di dalam al-Qur'an, al-Sunnah dan kesepakatan para ulama, sebagai berikut

1.       Al-QUR’AN

Allah SWT. berfirman:  "Penyeru-penyeru itu berkata "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya."( surat Yusuf (12): 72)

2.       AS-SUNNAH

Jabir r.a. menceritakan: “Seorang laki-laki telah meninggal dunia dan kami telah memandikannya dengan bersih kemudian kami kafani, lalu kami bawa kepada Rasulullah SAW. Kami bertanya kepada beliau: "Apakah Rasulullah akan menshalatkannnya?". Rasulullah bertanya: “Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjuwab: "Ya, dua dinar." Rasulullah kemudian pergi dari situ. Berkatalah Abu Qatadah : "Dua dinar itu tanggung jawabku." Karenanya, Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menunaikan hak orang yang memberi hutang dan si mayit akan terlepas dari tanggung jawabnya." Rasulullah lalu menshalatkannya. Pada keesokan harinya beliau bertanya kepada Abu Qatadah tentang dua dinar itu dan dijelaskan, bahwa ia telah melunasinya. Rasulullah SAW. bersabda: "Sekarang kulitnya telah sejuk." (H.R. Bukhari).

Rasulullah SAW. bersabda: "Hutang itu harus ditunaikan, dan orang yang menanggung itu harus membayarnya." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi dan dishakhihkan oleh Ibnu Hibban).



C.  IJMA’ ULAMA

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang-orang yang berhutang .



a.  Rukun Dan Syarat Kafalah

Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa lileratur fikih terdiri atas:

   1. Pihak penjamin/penanggung (kafil), dengan syarat baligh (dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
   2. Pihak yang berhutang (makful 'anhu 'ashil), dengan syarat sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh penjamin.|
   3. Pihak yang berpiutang (makful lahu), dengan syarat diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
   4. Obyek jaminan (makful bih), merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh pejamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).

b. Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung

Mengenai siapa orang-orang yang dapat ditanggung, para ulama fikih menyatakan, bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima jaminan/tanggungan tersebut. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentang ketidaksediaan Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang. Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungan tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orang yang pailit[1].

Jumhur fuqaha' juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orang yang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya.


c.  Obyek Tanggungan

Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: “Penanggung itu menanggung kerugian.” Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut:

   1. Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar.
   2. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu yang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti 'ariyah (pinjaman) atau wadi 'ah (titipan), maka kafalah tidak sah.
   3. Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual- belikan.

D.  Macam-macam Kafalah[2]

1.  Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.

2. Kafalah bi an-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality  yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.

3.  Kafalah bi at-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee  kepada nasabah tersebut.

4.  Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance bond  (jaminan prestasi).

5.  Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.

E.  Upah Atas Jasa Kafalah

Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang upah atas jasa kafalah ini yang ia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: "Bolehkah si penjamin mengambil upah atas jasanya itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, seperti Mustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafi'i, berpandangan bahwa pemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu masalah kepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagai upah (ju'alah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya. Ulama lain, Abdu al-Sai' al-Misri mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjamin haruslah mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin. Pendapat ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yang dipikul oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya[3].


F. Akibat-akibat Hukum Kafalah

Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang), maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban 'ashil (orang yang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) -dalam hal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhak mengundurkan diri, karena memang itu haknya.

Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak mengetahui tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikan waktu yang cukup untuk keperluan tersebut.

G.  Penerapan Kafalah Dalam Perbankan Syariah

Sebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank garansi) adalah jaminan yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.
BG merupakan fasilitas non dana ( Non Funded Facility ) yang diberikan Bank berdasarkan akad Kafalah bil Ujrah. Bank akan menerbitkan BG sejumlah nilai tertentu yang dipersyaratkan oleh pihak penerima jaminan yang merupakan klien/mitra bisnis/ counter part dari Nasabah Bank untuk kepentingan transaksi / proyek tertentu yang akan dijalankan oleh Nasabah Bank.
Penggunaan dan macam Bank Garansi
-           Diberikan kepada pemborong atau kontraktor untuk mengerjakan proyek
-          Diberikan untuk menjamin pembayaran (dapat berupa Standby L/C )
Sedangkan Bank Garansi yang umum digunakan dalam rangka proyek, untuk mendukung usaha konstruksi, adalah:
  1. Bid Bond / Tender Bond atau jaminan saat mengikuti tender
  2. Advance Payment Bond atau jaminan uang muka
  3. Performance Bond atau jaminan pelaksanaan selama masa konstruksi
  4. Retention Bond atau jaminan pemeliharaan pasca konstruksi
Bank dalam pemberian garansi ini, biasanya meminta setoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yang dijaminkan. Di samping itu, bank memungut biaya sebagai ju'alah dan biaya administrasi.









[1]  Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid. Vol 3, Beirut, Lebanon: Daar el Fikr
[2] Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani, Jakarta. Hal. 123

[3] Adiwarman A. Karim. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Friday 18 March 2011

Pengertian Murabahah

Apa itu Murabahah? Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
            Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit , jika secara kredit harus dipisahkan antara keuntungan dan harga perolehan .Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad , kalau terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar karma lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan . Uang muka juga dapat diterima , tetapi harus dianggap sebagai pengurang piutang.[1]

   2.      JENIS MURABAHAH
            2.1.Murabahah Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order)
                   Murabahah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat  bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut .

            2.2.Murabahah Tanpa Pesanan
                        Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.[2]

  3.       RUKUN DAN SYARAT MURABAHAH
            3.1.Pengertian Rukun Murabahah
            Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis.[3]
            Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual(Ba'I'),orang yang membeli(Musytari),Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan.[4]          

                3.2.Syarat Murabahah
  1. Pihak yang berakad,yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa), dan mereka saling meridhai (rela)
  2. Khusus untuk Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram.
  3. Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya, semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis.[5]

4               DASAR HUKUM MURABAHAH
Dalam islam,perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai moral,sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan tidaklah bersifat islami.[6]
           
·         Al-Qur'an[7]
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela diantaramu. . . . ." (QS.4:29)
                       
                        "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"
                        (QS.2:275)

·         Al-Hadist
Dari Abu Sa'id Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)

5               KETENTUAN UMUM MURABAHAH
1.                  Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2.                  Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli..
3.                  ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
4.                  dalam system murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5.                  transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.[8]
           



            6.         APLIKASI MURABAHAH DI LKS (lembaga keuangan syariah)
                        6.1. pengertian dan makna
                                    Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
                                    Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah SWT. "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-baqarah :275).[9]

                        6.2. Rukun dan syarat
                                    Rukun murabahah dalam perbankan adalah sama dengan fiqih dan hanya dianalogikan dalam pratek perbankannya.
                                    Mengenai syarat yang diminta oleh bank adalah sesuai dengan kebijakan bank syariah yang bersangkutan.umumnya persyaratan tersebut menyangkut tentang barang yang diperjual belikan, harga dan ijab qobul (akad). Rasulallah SAW. Bersabda: "kaum muslimin boleh melangsungkan sesuatu berdasarkan ketentuan yang mereka tetapkan". (HR. Abu daud & Hakim)

                        6.3. Harga dan Keuntungan
o   Bank menjual harga barang sesuai harga pokok yang dibeli dari pemasok ditambah dengan keuntungannya yang disepakati bersama .
o   Selama akad belum berakhir, maka harga jual beli tidak boleh berubah.
o   System pembayaran dan jangka waktunya yang disepakati bersama. [10]

BAB III
KESIMPULAN

Akad seluruhnya halal asalkan memenuhi hukum dan ketentuan syaria'ah.untuk biaya yang terkait dengan aset Murabahah boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan itu adalah biaya langsung-menurut Jumhur Ulama-atau biaya tidak langsung yang memberi nilai tambah pada asset murabahah[12].

DAFTAR PUSTAKA

  • Wiroso SE.MBA.(2005).Jual Beli Murabahah.Yogyakarta :
UII Press Yogyakarta.
  • Wasilah Sri Nurhayati (2008).Akuntasi Syari'ah di Indonesia Jakarta : Salemba 4
  • Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS (1999).Jakarta : Muamalat Institute.
  • AH.Azharudin Lathif M.Ag (2005). Fiqih Muamalat Jakarta UIN



[1] Sri Nurhayati Wasilah.Akuntansi Syari'ah di Indonesia hal 176
[2] Wiroso,SE,MBA ,Jual Beli Murabahah hal 37-38
[3] Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS hal 42

[4] Wiroso,SE,MBA Jual Beli Murabahah hal 16
[5] Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS hal 42
[6] Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS 40

[7] Sri Nurhayati Wasilah, Akuntasi Syari'ah di Indonesia hal 164
[8] Ah.Azharudin Latifh MAg.Fiqih Muamalat hal 119-120
[9] Wiroso,SE,MBA Jual Beli Murabahah hal 14
[10] Yayasan Pendidikan Pengembangan dan  Perbankan di LKS hal 43-44
[11] Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan di LKS hal  49-50
[12] Sri Nurhayati Wasilah Akuntansi Syari'ah di Indonesia hal 176

Definisi Ijarah

 Pengertian
a.       Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.[1]

b.      Ijarah adalah akad antara bank (mu’ajjir) dengan nasabah (mutta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik bank dan bank mendapat imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.
Landasan syariah akad ini adalah fatwa DSN-MUI No.09 /DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah.

Dasar Hukum Ijarah
  1. Al- Qur’an
  
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS.al-Baqarah:233)

  1. Al-Hadits
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)


Rukun Ijarah
1.      Mu’jar(orang/barang yang disewa)
2.      Musta’jir (orang yang menyewa)
3.      Sighat (ijab dan qabul)
4.      Upah dan manfaat[2]

Syarat Ijarah
§  Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal
§  Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah
§  Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna
§  Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat
§  Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa disewakan
§  Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
§  Upah/sewa dalam akad harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.

Fitur dan Mekanisme
a)      Hak Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir), yaitu memperoleh pembayaran sewa dan/atau biaya lainnya dari penyewa (musta’jir);dan mengakhiri akad Ijarah dan menarik objek Ijarah apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
b)      Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa antara lain, yaitu:
1.      menyediakan objek ijarah yang disewakan;
2.      menanggung biaya pemeliharaan objek ijarah;
3.      menjamin objek ijarah yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
c)      Hak penyewa (musta’jir), antara lain meliputi:
1.      menerima objek ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan;
2.      menggunakan objek ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan.
d)     Kewajiban penyewa antara lain meliputi:
1.      membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan;
2.      mengembalikan objek iajrah apabila tidak mampu membayar sewa;
3.      menjaga dan menggunakan objek ijarah sesuai yang diperjanjikan;
4.      tidak menyewakan kembali dan/atau memindahtangankan objek ijarah kepada pihak lain.

Objek Ijarah[3]
            Objek ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain:
  1. objek ijarah merupakan milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
  2. manfaat objek ijarah harus dapat dinilai;
  3. manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
  4. pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan);
  5. manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas;
  6. spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.





Sifat dan Hukum Akad Ijarah
            Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
            Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.

Berakhirnya Akad Ijarah
1.        objek hilang atau musnah,
2.        tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir,
3.        menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad.
4.        menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang boleh membatalkan akad ijarah hanyalah apabila obyeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah
            Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operting lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahiya bit-Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

Skema Ijarah

  



                                                               


DAFTAR PUSTAKA




Andri Soemitra,MA. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta: Kencana 2009 Ed.1 Cet.1
Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 572.    An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.3.      Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.

LAPORAN HASIL OBSERVASI

Tempat Observasi :Bank Syariah Mandiri Cab.Fatmawati


        Di Bank Syariah Mandiri, ijarah adalah produk pembiayaan yang ditawarkan kepada nasabah berupa jasa untuk pembiayaan dana talangan pendidikan dan haji. Bank memberikan dana talangan terlebih dahulu kepada lembaga pendidikan dan haji, dengan syarat lembaga tersebut harus bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri, kemudian nasabah dikenakan ujroh (upah sewa) dengan cara mencicilnya setiap bulan.  Ijarah hampir sama dengan cicilan, tapi tidak mensyaratkan jaminan apapun.
            Meskipun tidak ada jaminan, namun nasabah yang mengajukan pembiayaan ijarah masih sedikit dibanding pembiayaan murabahah. Hal itu disebabkan karena mungkin nasabah masih banyak yang belum terlalu memahami akad ijarah, kegunaan dan manfaat yang didapat dari produk ijarah tersebut. Selain itu juga kebutuhan nasabah yang tidak terlalu membutuhkan jasa produk akad ijarah. 
             Selain angsuran pokok/ujroh yang harus dibayar, nasabah juga dikenakan biaya-biaya lain saat mengajukan permohonan pembiayaan ijarah, yaitu:
       1.Biaya notaries (1% dari plafon)
      2.Asuransi jiwa
      3.Biaya Administrasi (1% dari plafon)
      4.Biaya Materai untuk akad (6 sampai 7 Materai)

                        Jangka waktu angsuran untuk Pendidikan maksimal 5 tahun, sedangkan untuk Haji 2 tahun.
                        Adapun persyaratan yang harus dipenuhi saat mengajukan permohonan pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut:   
                1. Surat keterangan dari lembaga pendidikan
                2. Surat keterangan pensiun
                3. Fotokopi KTP pemohon
                4. Fotokopi KK, Surat Nikah (bila menikah)/Surat Cerai
                5. Surat Kematian
                6. Slip gaji dan Surat Keterangan Pegawai Tetap
                7. Fotokopi rekening tabungan 3 bulan terakhir
                8. Fotokopi NPWP diatas Rp. 50 juta

                Apabila ada nasabah yang melakukan wanprestasi, maka dikenakan dendasebesar 0,00069 x nominal angsuran x jumlah hari.

                                 



  



[1] Andri Soemitra,MA. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta: Kencana 2009 Ed.1 Cet.1 h.349
[2] Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57 2.      An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.3.      Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.

[3] Andri Soemitra,MA. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta: Kencana 2009 Ed.1 Cet.1 h.350